Bayangkan dunia kerja tanpa kantor tetap, tanpa jam kerja yang pasti, dan tanpa kontrak jangka panjang. Dunia itu bukan masa depan, hal itu sedang terjadi sekarang.
Sebelum membaca tulisan ini, silakan tonton video di bawah untuk memahami bagaimana dunia kerja diprediksi berubah di masa depan menuju model gig economy.
Teknologi Mengubah Cara Kita Bekerja
Laporan World Bank tahun 2025 berjudul Pekerjaan di Masa Depan: Robot, Kecerdasan Buatan, dan Platform Digital di Asia Timur dan Pasifik menunjukkan bahwa dunia kerja sedang berada pada titik perubahan besar. Robot dan kecerdasan buatan (AI) mulai menggantikan pekerjaan yang bersifat rutin dan berulang, terutama di sektor manufaktur dan jasa tertentu.
Namun, laporan ini juga menegaskan satu hal penting:
teknologi tidak hanya menghilangkan pekerjaan, tetapi juga menciptakan bentuk pekerjaan baru.
Salah satu bentuk pekerjaan baru yang berkembang pesat adalah gig economy.
Memahami Gig Economy dengan Cara Sederhana
Gig economy adalah sistem kerja di mana seseorang tidak terikat pada satu perusahaan secara permanen, melainkan bekerja berdasarkan tugas, proyek, atau pesanan tertentu. Pendapatan diperoleh dari setiap “gig” yang diselesaikan.
Contohnya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari:
- Pengemudi ojek online
- Kurir layanan pesan antar
- Freelancer desain grafis
- Penulis konten lepas
- Tutor daring
- Content creator
Pekerjaan ini umumnya difasilitasi oleh platform digital, yang mempertemukan penyedia jasa dan pengguna jasa secara langsung.
Mengapa Gig Economy Tumbuh Pesat?
Menurut World Bank, ada tiga kekuatan utama yang mendorong tumbuhnya gig economy:
- Otomatisasi pekerjaan rutin, Banyak pekerjaan lama digantikan mesin, sehingga tenaga kerja harus beradaptasi.
- Digitalisasi ekonomi, Internet dan aplikasi memungkinkan pekerjaan dilakukan dari mana saja.
- Kebutuhan fleksibilitas tenaga kerja, Perusahaan dan individu sama-sama mencari cara kerja yang lebih luwes dan efisien.
Di negara berkembang seperti Indonesia, gig economy juga menjadi solusi di tengah:
- Tingginya pekerjaan informal
- Terbatasnya lapangan kerja formal
- Besarnya jumlah penduduk usia muda
Gig economy membuka pintu masuk ke dunia kerja tanpa syarat pengalaman panjang atau ijazah tertentu.
Gig Economy dan Generasi SMA: Apa Kaitannya?
Bagi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), gig economy sering kali dipandang sebagai fenomena dunia kerja orang dewasa. Padahal, jika dicermati lebih dalam, gig economy justru merupakan gambaran nyata dunia kerja yang kemungkinan besar akan dihadapi generasi muda di masa depan.
Perubahan teknologi telah menggeser cara perusahaan menilai tenaga kerja. Dunia kerja tidak lagi sepenuhnya berfokus pada ijazah, usia, atau masa kerja, melainkan pada keterampilan nyata yang dapat langsung digunakan. Inilah sebabnya gig economy menjadi relevan bagi siswa SMA sejak dini.
Dalam gig economy, seseorang dinilai dari apa yang bisa ia kerjakan, bukan semata-mata dari latar belakang pendidikan formalnya. Platform digital memungkinkan siapa pun menawarkan jasa, selama memiliki keterampilan yang dibutuhkan.
Bagi siswa SMA, hal ini menunjukkan bahwa:
- Belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas
- Keterampilan praktis memiliki nilai ekonomi
- Proses mengasah kemampuan sejak dini sangat penting
Kemampuan seperti menulis, desain grafis, editing video, pengelolaan media sosial, hingga pemrograman dasar dapat menjadi modal awal untuk memasuki dunia kerja berbasis gig economy.
Gig economy menuntut individu untuk mengelola dirinya sendiri. Tidak ada atasan yang terus-menerus mengawasi, dan tidak ada jam kerja yang tetap. Keberhasilan sangat ditentukan oleh kedisiplinan dan tanggung jawab pribadi.
Bagi siswa SMA, pengalaman mengenal konsep gig economy dapat:
- Melatih manajemen waktu antara belajar dan aktivitas lain
- Menumbuhkan sikap disiplin dan komitmen
- Mengajarkan pentingnya reputasi dan kepercayaan
Dalam gig economy, kualitas kerja dan sikap profesional akan menentukan apakah seseorang akan terus mendapatkan peluang kerja atau tidak.
Hampir seluruh aktivitas gig economy berlangsung melalui platform digital. Oleh karena itu, literasi digital menjadi keterampilan dasar yang tidak bisa diabaikan.
Literasi digital bagi siswa SMA mencakup:
- Kemampuan menggunakan teknologi secara produktif
- Pemahaman etika berkomunikasi di ruang digital
- Kesadaran terhadap keamanan data dan jejak digital
Siswa yang terbiasa menggunakan teknologi secara positif akan lebih siap menghadapi dunia kerja digital dibandingkan mereka yang hanya menjadi konsumen teknologi.
Salah satu ciri pekerjaan dalam gig economy adalah tingginya kebutuhan akan kreativitas. Pekerjaan yang sulit digantikan oleh robot dan AI umumnya adalah pekerjaan yang melibatkan ide, imajinasi, dan interaksi manusia.
Bagi generasi SMA, kreativitas dapat dikembangkan melalui:
- Pembuatan konten digital
- Proyek kewirausahaan sederhana
- Kegiatan ekstrakurikuler berbasis minat dan bakat
Gig economy membuka ruang bagi siswa untuk menyalurkan kreativitas mereka sekaligus memahami nilai ekonomi dari karya yang dihasilkan.
Gig economy juga dapat dipahami sebagai jembatan transisi antara dunia pendidikan dan dunia kerja. Melalui pekerjaan berbasis proyek, generasi muda dapat:
- Mengenal dinamika dunia kerja lebih awal
- Mengembangkan portofolio keterampilan
- Memahami tanggung jawab profesional secara bertahap
Dengan demikian, ketika lulus dari pendidikan formal, siswa tidak lagi sepenuhnya asing dengan dunia kerja yang sesungguhnya.
Sisi Lain Gig Economy: Fleksibel tapi Rentan
Meski menawarkan peluang, World Bank juga mengingatkan bahwa gig economy memiliki risiko:
- Pendapatan tidak selalu stabil
- Minim perlindungan sosial
- Ketidakpastian jangka panjang
Penutup: Dunia Kerja Sedang Berubah, Kita Harus Siap
Gig economy adalah salah satu wajah baru dunia kerja di tengah pesatnya perkembangan teknologi. Ia membawa peluang besar, tetapi juga tantangan nyata. Generasi muda, termasuk siswa SMA, perlu memahami perubahan ini sejak dini agar tidak hanya menjadi penonton, tetapi pelaku yang siap dan berdaya saing.
Karena di era robot dan AI, yang paling berharga bukan sekadar pekerjaan tetap, melainkan kemampuan untuk terus beradaptasi.



0 comments:
Posting Komentar